SEMARANG– Bangsa Indonesia sekarang ini sedang mengalami berbagai masalah yang menyebabkan masyarakat kehilangan rasa percaya diri dan kedamaian hati. Ada saja sedikit masalah, maka hal itu bisa menimbulkan suatu gejolak.
Kondisi bangsa yang seperti ini, sangatlah rentan terhadap perpecahan. Lalu, apa yang bisa membuat bangsa ini tetap utuh dan tahan menghadapi semua masalah yang menerjang sehingga bisa tetap bersatu?
Jawabannya adalah lewat budaya. Hal itu dikemukakan tokoh spiritualis lintas agama, nasionalis, dan juga seorang yang humanis, Anand Krishna, dalam acara Temu Hati di Museum Ronggowarsito, baru-baru ini.
Diungkapkan, untuk mempersatukan bangsa, dulu, yang menjadi landasan adalah penderitaan. ’’Dulu kita bersatu karena merasa sama-sama menderita. Namun sekarang, landasan penderitaan itu sudah tidak ada. Begitu anak-anak sekarang lahir, mereka sudah tidak menderita seperti zaman kakek atau nenek kita,’’ terangnya.
Ada landasan lain yang bisa mempersatukan bangsa. Landasan itu adalah materi atau uang. Hal itulah yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Jika tidak punya materi, maka AS akan hancur dan setiap state akan berdiri sendiri-sendiri.
’’Landasan yang kita butuhkan untuk mempersatukan sekitar 17 ribu pulau di Indonesia tidak bisa lewat materi ataupun penderitaan. Satu-satunya yang bisa mempersatukan kita adalah budaya,’’ jelasnya.
Agama
Anand juga mengatakan, bahwa agama juga tidak bisa dijadikan pemersatu bangsa.
Sebab, dari pengalaman Nepal dan Thailand yang beragama Budha, India (Hindu), Pakistan dan Timur Tengah (Islam), tidak bisa bersatu dengan landasan agama.
’’Ini adalah eksperimen yang unik yang tidak ada di dunia lain. Dan, pemimpin kita zaman dulu, menemukan landasan budaya itu sebagai pemersatu bangsa. Landasan inilah yang sedang dihantam untuk memecah belah bangsa,’’ ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan, kita adalah tetap orang nusantara, walau apa pun agama kita. ’’Budaya kita bukan budaya Arab. Silakan beragama Islam, Hindu, Budha atau Konghucu, tapi jangan mengimpor budaya Arab, India, atau China. Budaya-budaya itu perlu kita pelajari. Tetapi dipelajari dengan bijak. Yang baik kita terima, sedangkan yang tidak baik, jangan diterima,’’ terangnya.
Kondisi itu menjadi tantangan yang berat sekali bagi bangsa ini. Karena apa? Selama 32 tahun, masyarakat sudah bosan dengan rezim Soeharto. Jadi bangsa ini mencoba apa pun untuk bisa bertahan terhadap problema yang ada. Padahal risiko yang ditempuh itu tinggi.
’’Kita tidak bisa trial and error atau melakukan uji coba. Kita harus menggunakan satu sistem yang bisa mempertahankan bangsa dari perpecahan. Dan, landasan itu adalah budaya,’’ pungkasnya.(J12-41)
Sumber: Suara Merdeka