“Berdayalah Bali” bukanlah seruan untuk “Memberdayakan Bali”, pun untuk memperoleh “daya dari luar”. “Berdayalah Bali” adalah seruan untuk mengingatkan Bali akan “daya yang dimilikinya”!

Ingatlah Dayamu, Kekuatanmu, Kemampuanmu…. Sekaligus kelemahanmu, kekuranganmu – supaya semua itu dapat kau atasi. “Bali” sebagaimana pernah saya bahas lewat kolom yang sama, berarti “kekuatan” sekaligus “kesiapsediaan untuk berkorban” – tentunya demi tujuan yang mulia.

Belakang ini wacana tentang Otonomi Khusus bagi Bali semakin menguat. Bali memang membutuhkan penanganan secara khusus…. Namun, sebelum hal itu terjadi – Bali sudah dapat menangani dirinya secara khusus. Untuk itu, Bali tidak perlu menunggu keputusan dari mana pun jua. Adalah kesiapsediaan untuk berkorban yang dibutuhkan. Pengorbanan-pengorbanan kecil yang dibutuhkan demi tujuan yang besar, dan jauh lebih mulia.

Baru-baru ini Bali menjadi Tuan Rumah bagi Konperensi PBB tentang Perubahan Iklim. Bali pun menawarkan “Nyepi” sebagai solusi khas Bali. Masih ada lagi “Tri Hita Karana” yang merupakan Kearifan Lokal Bali. Sekarang, saatnya kita membuktikan kepada seluruh dunia bahwa “we mean what we say”.

“Nyepi” harus dimaknai sebagai Adat Lokal Bali yang telah “Membudaya”. Adat yang sudah terbukti manfaatnya, sehingga perlu dilestarikan. Selama “Menyepi” kita tidak sekedar menghemat energi “bensin” dan “listrik” dan lain sebagainya – tetapi juga energi “diri” atau Prana dan energi mental, emosional. Saat Menyepi terjadilah Pengendalian Diri secara alami. Napsu Birahi tidak mengganggu. Pun, keinginan-keingingan lain dengan sendirinya terkendali.

Maka, sungguh tidak masuk akal bila saat “Nyepi” sebagian diantara kita malah main judi atau mencari hiburan lain. Semuanya itu tidak sesuai dengan tujuan kita menyepi. Menyepi ibarat Proses Turun Mesin… Seluruh kegiatan semestinya berhenti, dan berhenti total. Termasuk kegiatan mental dan emosional…. Maka, dengan terjadinya penghematan energi itu – dengan mudah kita dapat mengakses Lapisan Kesadaran yang lebih tinggi, Lapisan Kesadaran Supra.

Berada pada Lapisan Kesadaran Supra itulah manusia baru dapat memahami dan menjalani Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana ini bukanlah konsep biasa, namun sebuah “Pencerahan” yang terjadi pada Lapisan Kesadaran Supra.

Adanya konsep Tri Hita Karana dan adanya bukti-bukti nyata di lapangan bila konsep itu pernah dipraktikkan dengan sungguh-sungguh membuktikan bila Manusia Bali adalah Manusia yang Sadar, Manusia yang Tercerahkan.

Wahai Manusia Bali, apa yang terjadi pada dirimu saat ini?
Apakah kau masih menyadari Hubunganmu dengan Sesama, dengan Lingkungan, dan  dengan Hyang Maha Ada – Sang Keberadaan? Adakah Ucapan, Pikiran dan Tindakan-mu sudah selaras? Adakah kau Karya-mu Hari Ini berlandaskan pada Kebijakan Masa Lalu, dan demi Hari Esok yang Lebih Gemilang?

Berdayalah Bali, Berdayakanlah dirimu Bali….. Pulau yang kecil tapi sangat indah ini sedang dirusak keindahannya oleh para investor, para pengembang yang tidak paham, tidak apresiatif terhadap Nyepi dan Tri Hita Karana.

Kita sudah kehilangan Pantai Kuta, sebentar lagi Pantai Legian…. Mau kehilangan berapa pantai lagi? Angin ribut, bau amis karena ikan-ikan yang mati – semuanya itu adalah Wahyu dari Hyang Widhi. Allah telah menurunkan ayat-ayat-Nya. Tuhan telah berbicara. Biarlah mereka yang memiliki sepasang telinga mendengar wahyu itu. Biarlah mereka yang memiliki sepasang mata membaca ayat-ayat itu.

Pembangunan yang tidak selaras dengan Tri Hita Karana; para investor yang tidak apresiatif terhadap Budaya Bali – semuanya harus dihentikan, dan segera. Sekarang, dan saat ini juga.

Untuk menunjukkan cinta kita terhadap lingkungan, kita melepaskan penyu ke lautan bebas. Namun, sebelum dilepaskan, penyu-penyu itu sudah sengsara, sudah dalam keadaan sekarat karena mesti menunggu kedatangan seorang pejabat…. Kemudian, di lepaskan pun ke laut yang sudah tercemar….. Inilah praktik Tri Hita Karana yang kita lakukan.

Merokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan perokok, tetapi juga bagi kesehatan orang lain yang tidak merokok. Pun, asap rokok itu menambah kadar karbon dioksida di udara…. Apalagi merokok di pura, di masjid, di pelataran gereja, di tempat-tempat yang kita sucikan…. Seperti inikah pemahaman kita tentang Tri Hita Karana?

Masih banyak cerita, banyak hal yang dapat dibahas…. Namun, yang paling penting adalah “Mencari Solusi” – solusinya apa?

Solusinya, sebelum memperoleh Otonomi Khusus, para Bupati seluruh Bali sudah bisa berkumpul dan membentuk semacam Dewan atau apapun sebutannya untuk memikirkan Pembangunan di Bali secara utuh dan terpadu. Baik Pembangunan Fisik maupun Non-Fisik, Sekala dan Niskala….

Seorang kepala daerah tidak bisa dan tidak boleh mengambil keputusan semaunya dia – bila ia masih mencintai Bali. Pencemaran yang terjadi di Kuta, di Legian atau dimana pun  jua sudah pasti berdampak terhadap seluruh Bali. Demi keuntungan sesaat, demi pendapatan daerah – kita tidak bisa mengorbankan seluruh Bali.

Tempat-tempat ibadah kita mesti menjadi Pusat-Pusat Spiritual dimana para pelaku agama memperoleh pencerahan tentang spirit atau jiwa, semangat di balik setiap ritual yang dilakukannya.

Sekali lagi, Temu Hati antara Para Bupati sudah tidak dapat ditunda lagi. Program Pembangunan di daerah mana pun jua mesti dipikirkan bersama demi keselamatan pulau ini. Para investor nakal atau mereka yang tidak apresiatif terhadap Budaya Bali – tidak boleh lagi menanamkan sepeser pun di pulau ini. Dan, untuk itu, Bali tidak perlu menunggu Otonomi Khusus….. Mulai sekarang dan saat ini juga, Bali sudah dapat menangani persoalan-persoalan yang sedang dihadapinya secara khusus.

Tentunya para bupati yang saat ini memiliki kebebasan untuk berbuat apa saja di daerahnya – mesti berkorban. Mesti sedikit mengorbankan wewenangnya. Tapi, demi apa? Demi tujuan yang jauh lebih mulia – yaitu bukan sekedar pembangunan di daerahnya, tetapi demi Keselamatan Pulau ini……

Saya yakin seyakin-yakinnya bila Bupati Badung akan mengambil Langkah Pertama, bahkan akan memfasilitasi pertemuan seperti itu. Saya telah bertemu dengan hampir semua Bupati di seluruh Bali, dan saya bisa memastikan bila langkah yang diambil oleh Bupati Badung akan ditanggapi dengan hangat oleh Bupati-Bupati lain.

Saudara Bupati Badung yang saya hormati, saya sayangi – saatnya kau mengukir sejarah baru bagi pulau yang indah ini…… Inilah Karma-mu…… Buktikan dirimu sebagai seorang Karma Yogi yang tidak membutuhkan penghargaan dari mana-mana untuk berbuat baik, untuk berbuat yang terbaik bagi Bali!